مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيقِ
“Barangsiapa membaca surat al-Kahfi pada malam Jum’at, niscaya
aka nada cahaya terang yang menyinari antara dirinya dengan baitul
‘atiq (Ka’bah).”
Hadits ini hanya memiliki satu sanad, yaitu Abu Sa’id
al-Khudri meriwayatkannya kepada Qais bin Abbad, lalu Qais bin Abbad
meriwayatkannya kepada Abu Mijlaz, lalu Abu Mijlaz meriwayatkannya
kepada Abu Hasyim Ar-Rumani.
Inilah satu-satunya jalur sanad hadits ini. Lalu Abu Hasyim
Ar-Rumani meriwayatkan hadits ini kepada tiga orang perawi: Husyaim bin
Basyir, Syu’bah bin Hajjaj, dan Sufyan ats-Tsauri. Dari Abu Hasyim
Ar-Rumani terjadilah perbedaan matan (teks bunyi) hadits. Dan dari tiga
perawi setelahnya tersebut terjadilah perbedaan matan dan sanad
(jalur periwayatan) hadits ini. Dan dari sinilah terjadi perbedaan
pendapat para ulama tentang keshahihan dan kedha’ifan hadits ini.
Jalur periwayatan Husyaim bin Basyir
Jalur Husyaim bin Basyir diperselisihkan dalam tiga jalan periwayatan:
Pertama, riwayat Husyaim bin Basyir dari Abu Hasyim
ar-Rumani dari Abu Mijlaz dari Qais bin Abbad dari Abu Sa’id al-Khudri
RA dari Nabi Muhammad SAW. Riwayat ini marfu’ (bersambung sampai Nabi Muhammad SAW).
Adapun perawi yang meriwayatkan dari jalur Husyaim bin Basyir yang marfu’ ini adalah:
-
Nu’aim bin Hammad al-Marwazi.
Hadits dari jalur ini dikeluarkan oleh imam Al-Hakim dalam al-Mustadrak (2/399) dan darinya imam Al-Baihaqi mengeluarkan dalam as-Sunan al-Kubra (3/249) dan as-Sunan as-Shaghir (2/42 no. 470) dengan lafal:
إِنَّ مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِSesungguhnya barangsiapa membaca surat al-Kahfi pada hari Jum’at, niscaya akan ada cahaya terang yang menyinari dirinya di antara kedua Jum’at. (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi)
-
Yazid bin Makhlad
Hadits dari jalur ini dikeluarkan oleh imam Al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman (2/475 no. 2445) dan Fadhail al-Awqat hlm. 502 no. 279, dengan lafal:
مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيقِBarangsiapa membaca surat al-Kahfi pada malam Jum’at, niscaya akan ada cahaya terang yang menyinari antara dirinya dengan baitul ‘atiq (Ka’bah). (HR. Al-Baihaqi)
Kedua, riwayat Husyaim bin Basyir dari Abu Hasyim
ar-Rumani dari Abu Mijlaz dari Qais bin Abbad dari Abu Sa’id al-Khudri
RA. Riwayat ini mauquf (berupa perkataan sahabat Abu Said Al-Khudri RA,
bukan sabda Nabi Muhammad SAW). Dengan lafal: hari Jum’at.
Adapun perawi yang meriwayatkan dari jalur Husyaim bin Basyir yang mauquf ini adalah:
-
Sa’id bin Manshur
Hadits dari jalur ini dikeluarkan oleh imam Sa’id bin Manshur dalam kitabnya As-Sunan dan darinya imam Al-Baihaqi mengeluarkan dalam Syu’ab al-Iman (2/474 no. 2444) dan As-Sunan Al-Kubra, dengan lafal:
Barangsiapa membaca surat al-Kahfi pada malam Jum’at, niscaya aka nada cahaya terang yang menyinari antara dirinya dengan baitul ‘atiq (Ka’bah). (HR. Sa’id bin Manshur dan Al-Baihaqi)
-
Ahmad bin Khalaf al-Baghdadi
Hadits dari jalur ini dikeluarkan oleh imam Ibnu Dhurais dalam kitabnya Fadhail Al-Qur’an no. 205 dan darinya imam Al-Khatib al-Baghdadi mengeluarkan dalam Tarikh Baghdad (4/134) dengan lafal:
Barangsiapa membaca surat al-Kahfi pada malam Jum’at, niscaya aka nada cahaya terang yang menyinari antara dirinya dengan baitul ‘atiq (Ka’bah). (HR. Ibnu Dhurais dan Al-Khatib al-Baghdadi)
-
Abu Ubaid al-Qasim bin Salam
Hadits dari jalur ini dikeluarkan oleh imam Abu Ubaid al-Qasim bin Salam dalam kitabnya Fadhail Al-Qur’an no. 380 dan darinya imam Adz-Dzahabi mengeluarkan dalam Tarikh Al-Islam (6/37) dengan lafal:
Barangsiapa membaca surat al-Kahfi pada malam Jum’at, niscaya akan ada cahaya terang yang menyinari antara dirinya dengan baitul ‘atiq (Ka’bah). (HR. Abu Ubaid al-Qasim bin Salam dan Adz-Dzahabi
Ketiga, riwayat Husyaim bin Basyir dari Abu Hasyim
ar-Rumani dari Abu Mijlaz dari Qais bin Abbad dari Abu Sa’id al-Khudri
RA. Riwayat ini mauquf (berupa perkataan sahabat Abu Said Al-Khudri RA,
bukan sabda Nabi Muhammad SAW). Dengan lafal: malam Jum’at.
Satu-satunya perawi yang meriwayatkan dari jalur Husyaim bin Basyir
yang mauquf ini adalah Abu Nu’man Muhammad bin Fadhl as-Sadusi. Hadits
ini dikeluarkan oleh Ad-Darimi dalam Sunan ad-Darimi (2/546 no. 3407)
dengan lafal:
مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ ، أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيقِ
Barangsiapa membaca surat al-Kahfi pada malam Jum’at, niscaya
aka nada cahaya terang yang menyinari antara dirinya dengan baitul
‘atiq (Ka’bah). (HR. Ad-Darimi, Sunan Ad-Darimi: kitab fadhail al-qur’an bab fadhlu surah al-kahfi, no. 3407)
Adapun kedudukan para perawi jalur sanad ini adalah sebagai berikut:
Poros sanad yaitu Husyaim bin Basyir bin Qasim bin
Dinar as-Sulami al-Wasithi. Tentang statusnya, imam Abu Hatim berkata:
Ia tsiqah, imam Adz-Dzahabi berkata: Ia imam, tsiqah, mudallis (suka
memanipulasi hadits), Ibnu Hajar berkata: tsiqah, tsabt (teguh, kuat),
banyak melakukan tadlis (manipulasi hadits) dan mursal khafi. Al-Alla’i
mencantumkannya dalam peringkat kedua para perawi mudallis, dan Ibnu
Hajar mencantumkannya dalam peringkat ketiga para perawi mudallis. Ia
lebih tepat di peringkat tiga para perawi mudallis, karena ia banyak
melakukan tadlis. (Lihat: Al-Jarh wa at-Ta’dil, 9/115 biografi
no. 487, Tahdzib al-Kamal, 30/272 biografi no. 6595, Al-Kasyif, 3/198
biografi no. 6085, Jami’ at-Tahshil hlm. 294 biografi no. 849, Taqrib
at-Tahdzib hlm. 1023 biografi no. 7362 dan Ta’rif Ahl at-Taqdis hlm.
158 biografi no. 111)
Adapun para perawi jalur pertama darinya adalah:
-
Nu’aim bin Hammad bin Mu’awiyah al-Khuza’i Abu Abdillah al-Marwazi.
Tentang statusnya, imam Yahya bin Ma’in berkata: ia tsiqah, lalu Yahya
bin Ma’in mencelanya dengan mengatakan: ia meriwayatkan dari
orang-orang yang tidak tsiqah. Imam Ahmad berkata: Dahulu ia termasuk
orang yang tsiqah. Abu Hatim berkata: Statusnya shidq (jujur). Al-‘Ijli
berkata: Ia tsiqah. An-Nasai berkata: ia lemah, imam Ibnu Hibban
menyebutkannya dalam kitab ats-Tsiqat lalu berkata: Terkadang ia keliru
dan salah sangka. Adz-Dzahabi berkata: Ia diperselisihkan. Dalam Mizan
al-I’tidal, imam Adz-Dzahabi berkata: Ia seorang ulama besar, meski
lemah di bidang hadits. Ibnu Hajar berkata: Ia jujur tapi banyak
keliru. (Lihat: Al-Jarh wa at-Ta’dil, 8/463 biografi no. 2125,
Tahdzib al-Kamal, 29/466 biografi no. 6451, Ma’rifat ats-Tsiqat, 2/316
biografi no. 1858, Ats-Tsiqat, 9/219, Tarikh Abi Zur’ah ad-Dimasyqi dan
At-Ta’dil wa at-Tajrih karya Al-Baji, 2/779)
-
Yazid bin Makhlad Abu Khadasy al-Wasithi. Imam Abu Zur’ah berkata tentang statusnya: ia orang yang haditsnya munkar (sangat lemah). (Sualat al-Bardzi’i hlm. 760)
Adapun para perawi jalur kedua darinya adalah:
-
Said bin Manshur bin Syu’bah al-Khurasani Abu Utsman al-Marwazi. Tentang statusnya, imam Abu Hatim dan Ibnu Numair berkata: Ia tsiqah. (Lihat: Al-Jarh wa at-Ta’dil, 4/68 biografi no. 284 dan Tahdzib al-Kamal, 11/77 biografi no. 2361)
-
Ahmad bin Khalaf al-Baghdadi. Tentang statusnya,
imam Al-Khatib al-Baghdadi berkata: ia meriwayatkan dan Husyaim bin
Basyir, dan ia bukanlah perawi hadits yang terkenal di kalangan kami.” (Tarikh Baghdad, 4/134)
-
Qasim bin Salam al-Baghdadi Abu Ubaid al-faqih al-qadhi.
Tentang statusnya, imam Yahya bin Ma’in, Abu Daud, dan ad-Daruquthni
berkata: Ia tsiqah. Ibnu Hajar berkata: Ia ulama terkenal, tsiqah, dan
mulia. (Lihat: Tahdzib al-Kamal, 23/354 biografi no. 4792 dan Taqrib at-Tahdzib hlm. 450 biografi no. 5462)
Adapun para perawi jalur ketiga darinya adalah Muhammad bin Fadhl as-Sadusi, laqabnya adalah ‘Arim, Abu Nu’man al-Bashri.
Tentang statusnya, imam Abu Hatim, al-‘Ijli dan Ibnu Hajar berkata: Ia
tsiqah. Ibnu Hajar menambahkan: ia tsabt (teguh, kuat hafalan), namun
hafalannya berubah di usia tua. Ad-Daruquthni berkata: Hafalannya
berubah di usia tua, haditsnya yang nampak setelah hafalannya bercampur
baur adalah hadits munkar, meskipun ia sendiri tsiqah. ((Lihat:
Al-Jarh wa at-Ta’dil, 8/58 biografi no. 267, Tahdzib al-Kamal, 26/287
biografi no. 5547, Mizan al-I’tidal, 4/7 biografi no. 8057, Al-Kawakib
an-Nayyirat hlm. 382 no. 52 dan Taqrib at-Tahdzib hlm. 889 biografi no.
6266)
Kesimpulan:
Dari kajian sanad di atas diketahui bahwa dari poros sanad terjadi
tiga jalur percabangan sanad yang berbeda. Dari ketiga jalur tersebut,
jalur yang paling kuat adalah jalur kedua karena faktor perawi yang
lebih banyak dan statusnya lebih kuat. Dalam jalur kedua terdapat dua
perawi yang tsiqah. Adapun dua jalur yang menyelisihinya adalah lemah,
yaitu jalur pertama dan jalur ketiga. Jalur pertama lemah karena salah
satu perawinya berstatus jujur banyak keliru, dan perawi lainnya
munkar. Sedangkan jalur ketiga menguatkan kemauqufan jalur kedua, namun
bunyi teks haditsnya berbeda. Imam Al-Baihaqi setelah menyebutkan
riwayat Sa’id bin Manshur secara mauquf mengatakan: Inilah hadits yang
terjaga, yaitu secara mauquf.”
***
Jalur periwayatan Syu’bah bin Hajjaj
Jalur Syu’bah bin Hajjaj diperselisihkan dalam dua jalan periwayatan:
Pertama, riwayat Syu’bah bin Hajjaj dari Abu Hasyim
ar-Rumani dari Abu Mijlaz dari Qais bin Abbad dari Abu Sa’id al-Khudri
RA dari Nabi Muhammad SAW. Riwayat ini marfu’.
Adapun perawi yang meriwayatkan dari jalur Syu’bah bin Hajjaj yang marfu’ ini adalah:
-
Yahya bin Katsir.
Jalur ini dikeluarkan oleh imam An-Nasai dalam as-sunan al-kubra (6/236 no. 10788), ath-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Awsath (2/123 no. 1455), al-Hakim dalam al-Mustadrak (1/752) dan dari jalur ini pula mengeluarkan imam al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman (2/457 no. 2446) dengan lafal:
مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ كَمَا أُنْزِلَتْ كَانَتْ لَهُ نُورًا مِنْ مَقَامِهِ إِلَى مَكَّةَ ، وَمَنْ قَرَأَ بِعَشْرِ آيَاتٍ مِنْ آخِرِهَا فَخَرَجَ الدَّجَّالُ لَمْ يُسَلَّطْ عَلَيْهِ“Barangsiapa membaca surat Al-Kahfi sebagaimana ia diturunkan niscaya baginya cahaya dari tempatnya sampai Makkah, dan barangsiapa membaca sepuluh ayat terakhir surat Al-Kahfi sedangkan Dajjal telah keluar niscaya ia tidak akan bisa dikuasai oleh Dajjal.”
-
Abdush Shamad bin Abdul Warits
Jalur ini dikeluarkan oleh imam al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman (3/21 no. 2547). Dengan lafal:
مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ كَمَا أُنْزِلَتْ كَانَتْ لَهُ نُورًا مِنْ حَيْثُ قَرَأَهَا إِلَى مَكَّةَ“Barangsiapa membaca surat Al-Kahfi sebagaimana ia diturunkan niscaya baginya cahaya dari tempat ia membacanya sampai Makkah.”
Kedua, riwayat Syu’bah bin Hajjaj dari Abu Hasyim
ar-Rumani dari Abu Mijlaz dari Qais bin Abbad dari Abu Sa’id al-Khudri
RA. Riwayat ini mauquf.
Adapun perawi yang meriwayatkan dari jalur Syu’bah bin Hajjaj yang mauquf ini adalah:
-
Muhammad bin Ja’far
Jalur ini dikeluarkan oleh An-Nasai dalam as-sunan al-kubra (6/236 no. 10789) dengan lafal:
مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ كَمَا أُنْزِلَتْ كَانَتْ لَهُ نُورًا مِنْ حَيْثُ يَقْرَؤُهُ إِلَى مَكَّةَ ، وَمَنْ قَرَأَ آخِرَ الْكَهْفِ فَخَرَجَ الدَّجَّالُ لَمْ يُسَلَّطْ عَلَيْهِ“Barangsiapa membaca surat Al-Kahfi sebagaimana ia diturunkan niscaya baginya cahaya dari tempat ia membacanya sampai Makkah, dan barangsiapa membaca ayat-ayat terakhir surat Al-Kahfi sedangkan Dajjal telah keluar niscaya ia tidak akan bisa dikuasai oleh Dajjal.”
-
Mu’adz bin Mu’adz Al-Anbari
Jalur ini disebutkan oleh imam Al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman (3/21) setelah menyebutkan hadits no. 2547.
-
Amru bin Marzuq
Jalur ini disebutkan oleh imam Ath-Thabarani dalam kitab Ad-Du’a no. 391.
Adapun kedudukan para perawi jalur sanad ini adalah sebagai berikut:
Poros sanad, yaitu Syu’bah bin Hajjaj bin Ward al-Ataki al-Azdi Abu
Bustham al-Wasithi. Tentang statusnya, imam Sufyan ats-Tsauri berkata:
Syu’bah adalah amirul mukminin di bidang hadits. An-Nasai berkata:
Orang-orang yang dipercaya Allah untuk menjaga ilmu rasul-Nya ada tiga
orang; Syu’bah bin Hajjaj, Yahya bin Sa’id al-Qathan, dan Malik bin
Anas.” (Lihat: Tahdzib al-Kamal, 27/479 biografi no. 2739 dan Siyar A’lam an-Nubala’, 8/106)
Adapun para perawi jalur pertama darinya adalah:
-
Yahya bin Katsir bin Dirham al-Anbari Abu Ghasan al-Bashri. Tentang
statusnya, Abu Hatim berkata: haditsnya shalih. An-Nasai berkata: Ia
tidak mengapa. Ibnu Hajar berkata: Ia tsiqah. (Lihat: Al-Jarh
wa at-Ta’dil, 9/183 biografi no. 760, Tahdzib al-Kamal, 13/499 biografi
no. 6904 dan Taqrib at-Tahdzib hlm. 595 biografi no. 7629)
-
Abdush Shamad bin Abdul Warits bin Sa’id bin Tamimi Abu Sahl
al-Bashri. Tentang statusnya, Ibnu Sa’ad berkata: Ia tsiqah, insya
Allah. Al-Ijli berkata: Ia tsiqah. Ibnu Hibban menyebutkannya dalam
kitab ats-tsiqat. Ibnu Hajar berkata: Ia shaduq lagi tsabt (teguh)
dalam periwayatan dari Syu’bah.” (Lihat: Ath-Thabaqat
al-Kubra, 7/300, Al-Jarh wa at-Ta’dil, 6/50 biografi no. 269, Ma’rifah
ats-Tsiqat, 2/95 biografi no. 1100, Ats-Tsiqat karya Ibnu Hibban,
8/414, Tahdzib al-Kamal, 18/99 biografi no. 3431 dan Taqrib at-Tahdzib
hlm. 610 biografi no. 4108)
Adapun para perawi jalur kedua darinya adalah:
-
Muhammad bin Ja’far al-Hudzali, Abu Abdullah al-Bashri, laqabnya
adalah Ghundar. Tentang statusnya, Yahya bin Ma’in berkata: Ia tsiqah.
Ibnu Hajar berkata: Ia tsiqah, catatan bukunya benar, hanyasaja pada
dirinya ada kelalaian.” (Lihat: Al-Jarh wa at-Ta’dil, 7/221
biografi no. 1223, Mizan I’tidal, 3/502 biografi no. 7324, Tarikh Yahya
bin Ma’in Riwayah ad-Darimi hlm. 64 biografi no. 106, Tahdzib al-Kamal,
25/5 biografi no. 5120, dan Taqrib at-Tahdzib hlm. 472 biografi no.
5787)
-
Mu’adz bin Mu’adz bin Nashr bin Hasan bin Hurr al-Anbari, Abu
Mutsanna al-Bashri. Tentang statusnya, imam Yahya bin Ma’in berkata: Ia
tsiqah, imam Ahmad berkata: Mu’adz bin Mu’adz adalah penyejuk mata di
bidang hadits, Abu Hatim berkata: ia tsiqah, dan Ibnu hajar berkata: Ia
tsiqah lagi hafalannya handal. (Lihat: Al-Jarh wa at-Ta’dil,
8/248 biografi no. 1132, Al-Ilal wa Ma’rifat ar-Rijal Riwayah
Al-Marwadzi wa Ghairih hlm. 51 biografi no. 32, Tarikh Yahya bin Ma’in
Riwayah ad-Darimi hlm. 215 biografi no. 803, Tahdzib al-Kamal, 28/132
biografi no. 6036, dan Taqrib at-Tahdzib hlm. 952 biografi no. 6787)
-
Amru bin Marzuq maula al-Bahili, Abu Utsman al-Bashri. Tentang
statusnya, Yahya bin Ma’in: Ia tsiqah, bisa dipercaya, sering berjihad,
ahli qira’at, dan orang yang mulia. Ibnu Sa’ad berkata: Ia tsiqah dan
banyak meriwayatkan hadits. Ahmad bin Hambal berkata: Ia tsiqah, bisa
diercaya, kami memeriksa celaan yang ditujukan kepadanya namun kami
tidak mendapatkannya. Abu Hatim berkata: Ia tsiqah dari kalangan ahli
ibadah, kami tidak mendapatkan seorang pun murid Syu’bah yang kami
menulis hadits darinya yang lebih baik haditsnya daripada dirinya. Ibnu
Hajar: Ia tsiqah, orang mulia, dan memiliki beberapa kekeliruan. (Lihat:
Ath-Thabaqat al-Kubra, 7/305, Al-Jarh wa at-Ta’dil, 6/263 biografi no.
1456, Tahdzib al-Kamal, 22/224 biografi no. 4446, dan Taqrib at-Tahdzib
hlm. 745 biografi no. 51455)
Kesimpulan:
Dari kajian ini menjadi jelas bahwa jalur periwayatan ini memiliki
dua jalan yang berlainan. Berdasar kajian di atas, jalan yang kedua
adalah jalan yang lebih kuat karena lebih banyak jumlah perawinya dan
status mereka lebih kuat dari status para perawi jalan pertama; di mana
jumlahnya adalah tiga perawi, salah satunya adalah perawi yang paling
kuat dan baik haditsnya jika meriwayatkan dari Syu’bah, yaitu Muhammad
bin Ja’far. Dengan demikian, jalan periwayatan yang marfu’ adalah lemah
dan syadz (menyelisihi jalur para perawi yang lebih tsiqah). Maka
riwayat yang kuat dan bisa diterima dari jalur Syu’bah bin Hajjaj
adalah riwayat mauquf.
***
Jalur periwayatan Sufyan ats-Tsauri
Jalur Sufyan ats-Tsauri diperselisihkan dalam dua jalan periwayatan:
Pertama, riwayat Sufyan ats-Tsauri dari Abu Hasyim
ar-Rumani dari Abu Mijlaz dari Qais bin Abbad dari Abu Sa’id al-Khudri
RA. Riwayat ini mauquf.
Adapun perawi yang meriwayatkan dari jalur Sufyan ats-Tsauri yang mauquf ini ada lima orang yaitu:
-
Abdur Razzaq bin Hammam ash-Shan’ani
Dikeluarkan oleh Abdur Razzaq dalam Al-Mushannaf (1/186 no. 730) dan (3/377 no. 6023) dan dari jalan ini Ath-Thabarani mengeluarkannya dalam kitab Ad-Du’a no. 391.
-
Qabishah bin Uqbah
Dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman (3/21 no. 3038)
-
Abdurrahman bin Mahdi
Dikeluarkan oleh Nu’aim bin Hammad dalam kitab Al-Fitan (1/344) dan dari jalurnya Al-Hakim mengeluarkannya dalam kitab Al-Mustadrak (5/137)
Dikeluarkan juga oleh An-Nasai dalam As-Sunan al-Kubra (6/236 no. 10790) dari Muhammad bin Basyar.
Dikeluarkan juga oleh Al-Hakim dalam kitab Al-Mustadrak (5/137) dari Ahmad bin Hambal.
Ketiga jalur ini meriwayatkan dari Abdurrahman bin Mahdi.
-
Waki’ bin Jarrah
Dikeluarkan oleh Nu’aim bin Hammad dalam kitab Al-Fitan (1/344) dengan lafal:
مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ كَمَا أُنْزِلَتْ ، ثُمَّ أَدْرَكَ الدَّجَّالَ لَمْ يُسَلَّطْ عَلَيْهِ ، أَوْ لَمْ يَكُنْ لَهُ عَلَيْهِ سَبِيلٌ ، وَمَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ كَانَ لَهُ نُورًا مِنْ حَيْثُ قَرَأَهَا مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ مَكَّةَ“Barangsiapa membaca surat Al-Kahfi sebagaimana ia diturunkan kemudian ia mendapati Dajjal, niscaya Dajjal tidak akan mampu menguasai dirinya dan barangsiapa membaca surat Al-Kahfi niscaya baginya cahaya dari tempat ia membacanya sampai Makkah.”
-
Abdullah bin Mubarak
Dikeluarkan oleh An-Nasai dalam As-Sunan al-Kubra (6/25 no. 9911)
Kedua, riwayat Sufyan ats-Tsauri dari Abu Hasyim
ar-Rumani dari Abu Mijlaz dari Qais bin Abbad dari Abu Sa’id al-Khudri
RA dari Nabi Muhammad SAW. Riwayat ini marfu’.
Satu-satunya perawi yang meriwayatkan dari jalur Sufyan ats-Tsauri yang marfu’ ini adalah: Yusuf bin Asbath.
Dikeluarkan oleh Ibnu Suni dalam kitab Amal al-Yaum wa al-Lailah no.
30 dan dari jalurnya Ibnu Hajar mengeluarkannya dalam Nataij al-Afkar
(1/344) dan Al-Baihaqi dalam kitab Ad-Da’awat no. 59.
Adapun kedudukan para perawi jalur sanad ini adalah sebagai berikut:
Poros sanad, yaitu Sufyan bin Sa’id bin Masruq ats-Tsauri Abu Abdillah al-Kufi.
Tentang statusnya, Al-Khatib al-Baghdadi berkata: Ia adalah salah
seorang imam kaum muslimin dan ulama agama, telah disepakati sebagai
orang yang amanah sehingga ia tidak memerlukan rekomendasi lagi. Selain
itu ia seorang ulama yang cermat, berpengetahuan, kuat hafalan, wara’,
dan zuhud. (Lihat: Tarikh Baghdad, 9/165, Tahdzib al-Kamal, 11/154 biografi no. 247 dan Taqrib at-Tahdzib hlm. 244 biografi no. 2445)
Adapun para perawi jalur pertama darinya adalah:
-
Abdur Razzaq bin Hammam bin Nafi’ Abu Bakar ash-Shan’ani. Tentang
statusnya, imam Ahmad berkata: Aku tidak pernah melihat orang yang
lebih baik haditsnya daripada Abdur Razzaq. Ya’qub bin Syaibah berkata:
Ia tsiqah dan teguh hafalan. Ibnu Hajar berkata: ia tsiqah, hafizh,
pengarang kitab hadits yang terkenal, di akhir hayatnya buta sehingga
hafalannya berubah, dan ia cenderung kepada Syi’ah. (Lihat:
Al-Ilal wa Ma’rifat ar-Rijal, 2/59 biografi no. 1545, Tahdzib al-Kamal,
18/52 biografi no. 3451, dan Taqrib at-Tahdzib hlm. 607 biografi no.
4092)
-
Qabishah bin Uqbah bin Muhammad bin Sufyan bin Uqbah Abu Amir
al-Kufi. Tentang statusnya, imam Abu Hatim berkata: Ia jujur, aku tidak
melihat seorang perawi hadits yang menyampaikan hadits dengan satu
lafal tanpa pernah mengalami perubahan selain Qabishah bin Uqbah.
An-Nasai berkata; Ia tidak mengapa. Al-Ijli berkata: Ia tsiqah.
Adz-Dzahabi berkata: ia penghafal hadits dan ahli ibadah.” Adz-Dzahabi
juga berkata: Ia orang jujur dan mulia. Ibnu Hajar berkata: Ia jujur
dan terkadang menyelisihi (ulama hadits yang lebih kuat darinya).
Penulis (Dr. Sa’id bin Shalih ar-Raqib) berkata: Pendapat yang lebih kuat menyatakan derajatnya tsiqah. Ulama yang menurunkan derajatnya dari derajat tsiqah beralasan bahwa Qabishah menyelisihi (para perawi yang lebih tsiqah darinya) dalam beberapa hadits ats-Tsauri. Namun ia dinyatakan tsiqah oleh sejumlah ulama hadits. Adz-Dzahabi setelah menyebutkan pendapat para ulama tentang statusnya, mengatakan: Ia justru dijadikan hujah dan dianggap tsiqah oleh mereka meski ia memiliki beberapa kekeliruan. (Lihat: Al-Jarh wa at-Ta’dil, 7/126 biografi no. 722, Ma’rifat ats-Tsiqat, 2/215 biografi no. 1511, At-Thabaqat al-Kubra, 6/370, Ats-Tsiqat Ibnu Hibban, 9/21, Tahdzib al-Kamal, 23/481 biografi no. 6036, Mizan al-I’tidal, 2/383 biografi no. 6861, Al-Kasyif, 2/340 biografi no. 4616, dan Taqrib at-Tahdzib hlm. 797 biografi no. 5548)
-
Abdurrahman bin Mahdi bin Hasan al-Anbari, Abu Sa’id al-Bashri.
Tentang statusnya, imam Abu Hatim berkata: Ia imam dan tsiqah. Ibnu
Hibban berkata: ia termasuk golongan para ulama penghafal hadits yang
tekun dan teliti, hidup wara’, banyak menghafal, mengumpulkan,
memahami, mengarang, dan menceritakan hadits. Ia hanya meriwayatkan
dari para perawi yang tsiqah. Ibnu Hajar berkata: Ia tsiqah, teguh,
penghafal hadits, pakar di bidang biografi perawi hadits dan hadits. (Lihat:
Al-Jarh wa at-Ta’dil, 1/251 biografi no. 1382, Ats-Tsiqat Ibnu Hibban,
8/373, Tahdzib al-Kamal, 17/430 biografi no. 3969, dan Taqrib
at-Tahdzib hlm. 601 biografi no. 4044)
-
Waki’ bin Jarrah bin Mulaih ar-Ruasi Abu Sufyan al-Kufi. Tentang
statusnya, imam Yahya bin Ma’in berkata: Perawi yang teguh di Irak
adalah Waki’. Ahmad berkata: Waki’ bin Jarrah adalah imam kaum muslimin
pada zamannya. Ibnu Hajar berkata: Ia tsiqah, penghafal hadits, dan
ahli ibadah. (Lihat: Tarikh Baghdad, 13/474, Tahdzib al-Kamal,
30/462 biografi no. 6695, Muqaddimah Ibnu Shalah hlm. 288-289 dan
Taqrib at-Tahdzib hlm. 581 biografi no. 7414)
-
Abdullah bin Mubarak bin Wadhah al-Hanzhali Abu Abdirrahman al-Marwazi. Tentang
statusnya, imam Yahya bin Ma’in berkata: Abdullah bin Mubarak adalah
sebuah kantong ilmu, sangat teguh, dan tsiqah, seorang ulama yang
haditsnya shahih.” Ibnu Hajar berkata: Ia tsiqah, teguh, pakar fiqih,
dan seorang ulama. (Lihat: Tahdzib al-Kamal, 16/5 biografi no. 3520 dan Taqrib at-Tahdzib hlm. 540 biografi no. 3595)
Adapun perawi jalur kedua darinya adalah:
Yusuf bin Asbath bin Washil Abu Muhammad asy-Syaibani. Tentang
statusnya, imam Yahya bin Ma’in dan Ahmad bin Hambal berkata: Ia
tsiqah. Abu Hatim berkata: Ia seorang ahli ibadah. Ia mengubur
buku-bukunya maka ia banyak keliru. Ia orang yang shalih, namun
haditsnya tidak bisa dijadikan hujah. Penulis (Dr. Sa’id bin Shalih
ar-Raqib) berkata: Ia tsiqah, namun setelah ia mengubur buku-bukunya,
periwayatan haditsnya banyak keliru, dan hadits yang saya kaji ini
adalah bukti kekeliruannya. (Lihat: Al-Jarh wa at-Ta’dil,
9/218 biografi no. 910, Al-Kamil fi Dhu’afa’, 7/157, Adh-Dhu’afa’
al-Kabir, 4/454 biografi no. 2084, Tarikh Yahya bin Ma’in Riwayah
ad-Darimi hlm. 227 soal no. 874 dan Sualat Abi Daud li-Ahmad hlm. 286
soal no. 330)
Kesimpulan:
Dari kajian di atas menjadi jelas bahwa periwayatan dari jalur ini
memiliki dua jalan yang berbeda. Jalan periwayatan yang pertama adalah
jalan yang lebih kuat, karena jumlah perawinya lebih banyak dan status
para perawinya lebih kuat. Jumlah perawinya ada lima orang, tiga di
antaranya adalah murid senior yang paling kuat dalam meriwayatkan dari
guru mereka, Sufyan ats-Tsauri. Ketiganya adalah Abdullah bin Mubarak,
Abdurrahman bin Mahdi, dan Waki’ bin Jarah. Sedangkan jalan lain hanya
memiliki satu perawi, dan statusnya banyak keliru. Dengan demikian
jalur periwayatan secara marfu’ yang hanya diriwayatkan oleh seorang
perawi yang banyak keliru ini adalah riwayat yang lemah dan menyelisihi
riwayat yang lebih kuat, yaitu riwayat mauquf yang diriwayatkan oleh
lima orang perawi yang tsiqah. Maka jalur periwayatan dari Sufyan
at-Tsauri yang benar dan bisa diterima adalah riwayat yang mauquf ini.
0 komentar:
Posting Komentar
Tulis kritik dan saran di box coment ini, karena komentar anda sangat penting untuk perbaikan dalam mendakwahkan ISLAM